APINDO DORONG PEMERINTAH MAJUKAN INDUSTRI KARET

Mediapublik.com : Banjarmasin Sejak dahulu kala karet menjadi primadona bagi Kalimantan Selatan. Tahun 40an hingga tahun 80, kualitas karet kita terbaik di dunia, digunakan untuk bahan pembuatan ban pesawat. Waktu itu ada jenis karet RSS atau Ribbed Smoked Sheet, jenis karet alam berbentuk lembaran yang diolah dari lateks melalui proses penggumpalan dan pengasapan. Proses pengasapan ini menghasilkan warna cokelat khas, mengawetkan karet, dan menghasilkan produk yang memiliki elastisitas, daya tahan, dan kualitas mekanik yang baik. RSS umum digunakan sebagai bahan baku pembuatan ban kendaraan bermotor dan berbagai produk industri lainnya, kata H. Hasan Yuniar, Sekretaris Eksekutif GAPKINDO, Gabungan Perusahaan Karet Indonesia Cabang Kalseltengtim, pada acara Palidangan Noorhalis di Pro 1 RRI Banjarmasin. 

Lebih jauh Hasan menjelaskan, bahwa sejak tahun 70an, setelah RSS, mucul jenis karet SIR 50, atau Standard Indonesian Rubber (SIR), yaitu karet alam yang diproses dan digolongkan berdasarkan spesifikasi teknisnya. Angka 50 menunjukkan tingkat kualitasnya, yang lebih rendah dibandingkan SIR 5, SIR 10, atau SIR 20.  Tahun 71 GAPKINDO berdiri, awalnya, organisasi ini bernama Persatuan Pengusaha Karet Spesifikasi Teknis Indonesia (PPKSTI). Namun, namanya kemudian diubah menjadi GAPKINDO untuk mencakup produsen karet alam jenis lain, termasuk pedagang, dan pembeli. 

Pasca tahun 80an, sejumlah pasar lelang karet yang ada di Amuntai dan Barabai ditutup, setelah itu lahir industri crumb rubber, yaitu industri pengolahan karet mentah atau karet bekas menjadi produk setengah jadi berupa serpihan karet yang memiliki standar kualitas tertentu, seperti SIR (Standar Indonesia Rubber). Industri ini bertujuan untuk mengolah limbah karet menjadi produk bernilai ekonomis yang bisa digunakan dalam berbagai sektor seperti otomotif, olahraga, konstruksi, dan aspal. Terutama limbah SIR, digunakan untuk aspal, cuman karena terlalu bagus akhirnya tidak disukai.

Sejak era itu, harga karet terus turun, menyebabkan petani malas menyadap. Ada beberapa sebab kenapa karet menjadi turun, pertama karena terjadi perubahan iklim, hujan tidak menentu, hasil karet lebih cair. Sumber daya manusia yang kurang, akibatnya kualitas karet yang dihasilkan tidak memenuhi standar, mulai dari cara menyadap yang berpengaruh pada keberlanjutan pohon karet, hingga soal kejujuran yang menyebabkan karet dicampur dengan tanah dan bahkan batu.

Bila ingin mengembalikan kejayaan karet, maka pemerintah harus serius membina petani, karena 95% petani karet adalah masyarakat desa. Melalui pendampingan dan pemberdayaan, sangat mungkin dilakukan, termasuk melibatkan Bumdes (Badan Usaha Milik Desa) atau sekarang Koperasi Merah Putih, kata Hasan Yuniar.

Sementara itu, ketua DPP APINDO Kalimantan Selatan, Winardi Sethiono, mengatakan bahwa disebabkan kurangnya perhatian pemerintah terhadap industri karet, akhirnya yang semula terbesar dan terbaik di dunia, merosot turun disalib negara-negara lain. Sekarang semua kejayaan karet Indonesia sudah direbut oleh Thailand. Walau pun demikian, pasar karet Kalimantan Selatan masih memasok 59 negara, karena bagaimana pun karet tidak pernah tergantikan oleh sintetis, terutama untuk pembuatan ban, sarung tangan, dan produk lainnya. 

Kalau ingin memajukan rakyat di pedesaan, tidak ada pilihan kecuali bila pemerintah memajukan industri karet, terutama dengan cara memberdayakan petani agar dapat menghasilkan kualitas karet terbaik. Apindo mendorong pemerintah serius memperdayakan petani karet dan memulihkan industri perkaretan di Kalimantan Selatan agar kembali berjaya, kata Winardi Sethiono. (nm)

Posting Komentar

0 Komentar