(Ambin Demokrasi) “MAABUTI” MOTIF DAN URGENSI PROYEK DI TAHUN POLITIK

Oleh: Noorhalis Majid

Banjarmasin. Mediapublik.com

Sebab tahun politik, maka berbagai proyek pemerintah, mendapat sorotan. Satu sisi bagian dari kontrol warga yang sadar akan hak dan paritisipasinya. Sisi lain, dianggap “mahual, maabuti” – merecoki, menghambat lanju dan percepatan pembangunan yang sudah direncanakan.

Dua hal yang sering “dihual dan diabuti”, yaitu terkait motif dan urgensi. Apa motif dilaksanakannya berbagai proyek di tahun politik? Adakah hubungannya dengan kepentingan politik itu sendiri? Siapa yang diuntungkan? Apa hubungan dengan Parpol dan jaringan perkoncoan? 

Motif merupakan dorongan dalam diri manusia yang timbul dikarenakan adanya kebutuhan yang ingin dipenuhi. Motif berasal dari bahasa latin, movere yang berarti bergerak atau to move. Menurut (Giddens 1991:64) Motif didefinisikan sebagai dorongan atau kekuatan pendorong, yang mengilhami tindakan manusia sepanjang lintasan kognitif atau perilaku untuk memenuhi kebutuhan. Motif tidak harus secara sadar dirasakan. Motif lebih seperti “keadaan perasaan”. 

Termasuk soal urgensi. Menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI), urgensi adalah sebuah keharusan yang mendesak. Keadaan dimana harus mementingkan suatu hal yang benar-benar dibutuhkan untuk segera ditindak lanjuti.

Maka pertanyaan yang muncul, ap motif proyek-proyek di tahun politik? Apakah benar-benar mendesak dan sangat dibutuhkan? Benarkah dia lebih penting dari persoalannya lainnya yang seolah dibiarkan saja tanpa perlu ditangani. Mulai dari melanjutkan penataan sungai, sampah, pasar, parkir, termasuk soal yang paling besar, kerja nyata menciptakan lapangan pekerjaan.

Kemauan untuk menyoroti secara kritis, adalah suatu gambaran tentang tumbuhnya demokrasi. Semakin dinamis demokrasi, semakin tinggi kontrol warga terhadap kinerja pemerintah. 

Sebaliknya, bila partisipasi warga rendah, tidak ambil peduli dan apatis, boleh jadi demokrasi sedang berada di titik nadir. Karenannya, bersyukur masih ada yang mau “mahual, maabuti” – merecoki, sebagai bagian dari “kewarasan” demokrasi. (nm)

0 Komentar