(Ambin Demokrasi) POLITIK KONTINGENSI Oleh: Noorhalis Majid

 

Banjarmasin : Mediapublik.com

Politik itu, seperti air di daun talas, kata seorang ibu paroh baya, menyampaikan pernyataan pengamatannya. Alasanya, karena penuh ketidak pastian, serba tidak menentu, sangat mudah jatuh, walau sebelumnya terlihat sangat kuat.

Untuk terpilih dalam politik, para ahli teoritik suka mencuplik pendapat Pierre Bourdieu, filsuf, sosiolog dan antropolog, lahir 1 Agustus 1930. Memperkenalkan 4 modal yang dapat diandalkan dalam politik, yaitu modal sosial, modal ekonomi, modal budaya, dan modal simbolik. Kalau mengantongi ke 4 modal ini, besar kemungkinan terpilih, walau mesti disesuikan dengan arena. 

Namun, jangan lupa, politik itu kontingensi, diliputi ketidak pastian, “belum tentu”, dan sering kali berada di luar jangkauan. Semua yang disampaikan Bourdieu itu faktor internal, sementara ada faktor eksternal. Walau memiliki modal sosial, belum tentu dipilih, buktinya banyak petahana gagal terpilih lagi. Walau kuat modal ekonomi, nyatanya 65% money politik tidak memberi pengaruh. Walau memiliki modal budaya, juga belum menjamin orang tertarik. Bahkan, sekalipun memiliki modal simbolik, belum pasti mengikat pemilih pada simbol dimaksud. 

Kontingensi memberikan gambaran, bahwa banyak sebab seseorang sampai terpilih. Sebab dimaksud boleh jadi berkaitan, namun bisa pula tidak. Kalau pun ada sebabnya, terkadang tidak muluk, bahkan sederhana saja. Terutama faktor eksternal, mungkin karena orang suka, dan alasan suka itu pun, beragam. Bisa jadi karena dianggap baik, sederhana, bosan dengan petahana, atau sedang dizalimi, lantas mengundang simpatik. 

Tidak tunggal, dan banyak kemungkinan. Teori kontingensi awalnya dipakai dalam matematika, bahwa dalam matematika saja ada ketidakpastian. Kemudian digunakan dalam ilmu manajemen, digagas oleh Fred Edwar Fiedler, psikolog terkemuka di Wina Austria, lahir pada 13 Juli 1922. Teori ini mengajarkan, segala sesuatu disebabkan banyak hal, tidak tunggal, termasuk terpilih dalam politik, sebabnya tidak hanya satu, dua atau tiga, tapi banyak – bahkan tak terbilang. (nm)

0 Komentar