(Ambin Demokrasi) PEMIMPIN “KINCLONG” Oleh: Noorhalis Majid

Mediapublik.com : Banjarmasin Apa yang berubah setelah seorang menjadi pemimpin, baik sebagai kepala daerah – wakil kepala daerah atau jabatannya lainnya? 

Setelah tidak berapa lama berkuasa menjadi pemimpin, nampak tambah “kinclong”. Wajah lebih glowing, sisir rambut semakin licin dan rapi. Baju dan segala aksesorisnya juga licin mengkilap. 

Paling tidak perubahan itulah yang nampak oleh mata. Maklum, semua sudah terfasilitasi. Ada uang pakaian, uang vitamin dan kebugaran, uang perawatan, dan segala sarana dan fasilitas yang memungkinkan semakin “kinclong”.

Seandainya yang “kinclong” itu prestasi kerjanya, atau capaian keberhasilannya, pastilah berdampak bagi warga dan membanggakan. 

Iya, mestinya yang dibuat mengkilap menjadi kiclong itu adalah kinerja, bukan penampilan. Untuk apa berpenampilan kinclong kalau kinerjanya buruk. Buat apa glowing kalau integritasnya payah. Untuk apa sisir rambut licin mengkilap, kalau komitmennya pada perubahan tidak dapat dibanggakan sedikitpun. 

Penting untuk diketahui, warga tidak bangga sedikitpun pada penampilan yang kinclong. Sebaliknya berpotensi memupuk kecemburuan sosial, karena warga juga tahu bahwa segala kekinclongan itu berasal dari fasilitasi uang rakyat.

Apalagi ketika kekinclongan dipamerkan melalui media sosial, semakin nampaklah bahwa pempimpin tersebut tidak peka pada situasi warga yang penghidupannya semakin merosot karena ekonomi yang terus memburuk. 

Angka kemiskinan kita di tahun 2025 ini, menurut Bank Dunia sudah mencapai 60,3%, atau setidaknya 171,8 juta jiwa warga hidup dalam kemiskinan. Bahkan di antara jumlah kemiskinan yang 60,3% tersebut, tidak sedikit mengalami kemiskinan ekstrim, yaitu miskin teramat sangat, sehingga pendapatannya tidak mencukupi menutupi kebutuhan pokok. 

Di tengah kemiskinan yang begitu massif ini, apa pentingnya pemimpin pamer kekinclongan? Pakai fasiltas dan mobil dinas mewah. Pamer gaya hidup di media sosial.  Bukankah kemiskinan tersebut potret dari kerja pemimpin itu sendiri? Tidakkah kemiskinan itu bukti, bahwa pemimpin tidak bekerja? 

Untuk apa sibuk mendandani penampilan diri, sedangkan kinerja yang menjadi amanah dan harapan warga tidak pernah diperbaiki?  Yakinlah, penampilan itu tidak memberi legacy apapun bagi warga, kecuali kecemburuan dan memperlebar jurang kesenjangan. Lebih baik membenahi kinerja dari pada mendandani penampilan, karena kinerja akan diingat sepanjang masa dan memberi dampak bagi perubahan. 

Tahun 1960, ketika ibu Inggit Garnasih sakit, Bung Karno menjenguk beliau. Saat bertemu itu, ibu Inggit, menyampaikan satu kalimat pendek dalam bahasa Sunda yang sangat luar biasa, kira-kira artinya begini, “Kus (Kusno, panggilan akrab Sukarno), baju kamu bagus, jangan lupa, baju ini dibeli dari uang rakyat”. Kalimat pendek yang lebih tepat sebagai nasehat tersebut, disampaikan oleh orang yang sangat memahami Sukarno. Tentu nasehat itu relevan bagi siapa saja yang sedang berkuasa, sedang duduk jadi pemimpin. Bahwa segala kemewahan, fasilitas, sarana – prasarana jabatan yang sekarang dinikmati, jangan lupa semuanya itu berasal dari uang rakyat. (nm)

Posting Komentar

0 Komentar